Urtikaria
Urtikaria merupakan reaksi kulit yang paling sering dijumpai yang dapat mengakibatkan edema dan eritema. Selain itu urtikaria dapat diartikan pula erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan, dan disertai rasa gatal. Erupsi kulit sementara ini kelihatannya seperti benjolan tipis eritematosa dan papula dengan vasodilatasi kulit dan pembuluh darah subkutan yang disertai edema pada sekeliling jaringan. Kadangkala timbu angiodema disertai pembengkakan bibir, lidah, kelopak mata dan laring yang menyertai urtikaria kulit (Price & Wilson 2003)
Terdapat beberapa jenis urtikaria, yaitu urtikaria yang dimediasi IgE atau urtikaria akut, urtikaria yang tidak dimediasi IgE, urtikaria vaskulitis, urtikaria autoimun, dan lain sebagainya. Urtikaria dapat berlangsung secara akut dan kronik. Urtikaria akut biasanya berlangsung beberapa kurang dari 4-6 minggu (biasanya 2-3 hari), biasanya terjadi karena makanan, obat, dan infeksi, tetapi lebih dari separuh tidak diketahui penyebabnya. Urtikaria kronik, yaitu urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu. Perjalanan penyakitnya lebih jinak dan dapat hilang timbul (Graber et al. 2006).
Etiologi Urtikaria
Patofisiologi Urtikaria
Gangguan urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah dermal di bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi sell perivaskular, di antaranya yang paling dominan adalah eosinofil. Kelainan ini disebabkan oleh mediator yang lepas, terutama histamin, akibat degranulasi sell mast kutan atau subkutan, dan juga leukotrien dapat berperan. Histamin akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit sehingga kulit berwarna merah (eritema). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga cairan dan sel, terutama eosinofil, keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan pembengkakan kulit lokal. Cairan serta sel yang keluar akan merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang gatal. Bila pembuluh darah yang terangsang adalah pembuluh darah jaringan subkutan, biasanya jaringan subkutan longgar, maka edema yang terjadi tidak berbatas tegas dan tidak gatal karena jaringan subkutan mengandung sedikit ujung saraf perifer, dinamakan angioedema. Daerah yang terkena biasanya muka (periorbita dan perioral) (Judarwanto 2009).
Urtikaria disebabkan karena adanya degranulasi sel mast yang dapat terjadi melalui mekanisme imun atau nonimun. Degranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat antigen (alergen) dengan pembentukan antibodi atau sel yang tersensitisasi. Degranulasi sel mast melalui mekanisme imun dapat melalui reaksi hipersensitivitas tipe I atau melalui aktivasi komplemen jalur klasik. Beberapa macam obat, makanan, atau zat kimia dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast. Zat ini dinamakan liberator histamin, contohnya kodein, morfin, polimiksin, zat kimia, tiamin, buah murbei, tomat, dan lain-lain. Masih belum jelas mengapa zat tersebut hanya merangsang degranulasi sel mast pada sebagian orang saja, tidak pada semua orang (Judarwanto 2009).
Gejala Urtikaria
Faktor pencetus urtikaria, antara lain adalah makanan tertentu (terutama telur, ikan, kerang-kerangan, kacang-kacangan, susu, bahan pengawet makanan, bahan kimia yang ditambahkan ke dalam makanan, dan zat pewarna makanan), obat-obatan, bahan hirupan (inhalan), infeksi, gigitan serangga, faktor fisik, faktor cuaca (terutama dingin tapi bisa juga panas berkeringat), faktor genetik, bahan-bahan kontak (misalnya: arloji, ikat pinggang, karet sandal, karet celana dalam, dll) dan faktor psikis. Urtikaria terjadi sebagai akibat pelebaran pembuluh darah dan peningkatan kepekaan pembuluh darah kecil (kapiler) sehingga menyebabkan pengeluaran cairan dari dinding pembuluh darah, akibatnya terjadi bentol pada kulit. Kondisi ini dikarenakan adanya pelepasan histamin yang dipicu oleh paparan allergen. Urtikaria mudah dikenali yaitu bentol atau bercak meninggi pada kulit, berwarna merah dan berwarna keputihan jika ditekan, gatal, dengan berbagai variasi bentuk dan ukuran. Penampakan urtikaria beragam, mulai yang ringan berupa bentol merah dan gatal hingga bengkak pada kelopak mata (bisa satu mata atau keduanya), bibir, daun telinga dan adakalanya disertai demam (Dinajani 2003).
Pengobatan Urtikaria
Pada kebanyakan keadaan, urtikaria merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang memerlukan sedikit pengobatan lainnya, selain dari antihistamin. Hidroksizin (Atarax), 0,5 mg/kg, merupakan salah satu antihistamin yang paling efektif untuk mengendalikan urtikaria, tetapi difenhidramin (Benadryl), 1,25 mg/kg, dan antihistamin lainnya juga efektif. Jika perlu, dosis ini data diulangi pada interval 4-6 jam. Epinefrin 1:1000, 0,01mL/kg, maksimal 0,3 mL, biasanya menghasilkan penyembuhan yang cepat atas urtikaria akut yang berat. Hidroksizin (0,5 mg/kg setiap 4-6 jam) merupakan obat pilihan untuk urtikaria kolinergik dan urtikaria kronis. Penggunaan bersama antihistamin tipe H1 dan H2 kadang-kadang membantu mengendalikan urtikaria kronis (Arvin 2000).
Menurut Price & Wilson (2003) urtikaria diobati secara simptomatik. Urtikaria akut yang disertai angiodema diobati dengan epinefrin subkutan. Urtikaria yang tidak terlalu parah diobati dengan pemberian antihistamin reseptor-H1 oral seperti difenhidramin, hidroksizin, siproheptadin, dan cetirizin. Obat-obat ini dapat menyebabkan rasa kantuk yang berat; pasien harus diberitahu tentang efek samping yang menimbulkan bahaya ini. Antihistamin nonsedatif reseptor H1 termasuk feksofenadin, loratidin, sedikit kurang efektif namun dapat digunakan pada pagi hari dan siang hari. Antidepresn trisiklik seperti doksepin dapat digunakan pada pasien yang resisten terhadap terapi. Antihistamin reseptor H2 seperti simetidin juga berguna. Profilaksis angioderma herediter dapat dicapai dengan agen antifibrinolitik (asam E-amino-kaproik) dan androgen (danazol).
Anjuran Gizi Urtikaria
Pengobatan urtikaria dilakukan dengan cara semua faktor presipitasi (obat-obatan, zat pewarna, makanan) harus disingkirkan. Menghindari makanan seperti: coklat, pewarna azobenzen, keju, kerang, kacang, telur, susu, tomat, dan buah berry segar dapat juga dicoba (Price & Wilson 2003). Alergi makanan yang diperantarai oleh IgE jarang terjadi pada urtikaria, tetapi pada pasien dengan reaksi pseudoallergi urtikaria kronis alaminya terjadi karena dari bahan makanan dan dalam beberapa kasus terlihat karena zat aditif dari makanan. Dalam kasus ini diet yang mengandung hanya sedikit makanan pseudoalergi alami dan buatan harus ditetapkan dan dipertahankan untuk jangka minimal 3 sampai 6 bulan. Selama ini remisi spontan ini dicapai pada sekitar 50% pasien. Perlu dicatat bahwa menghindari gejala alergi Tipe I dapat membersihkan urtikaria dalam 24 hingga 48 jam sebagai alergen yang relevan yang dapat dihilangkan dengan cepat, sementara makanan pseudoalergi harus dipertahankan selama 2 atau 3 minggu sebelum efek menguntungkan terlihat. Diet jarang berguna untuk subtipe urtikaria dari urtikaria kronis (Zuberbier & Maurer 2007).
Daftar Pustaka
Arvin BK. 2000. Nelson Text Books Of Pediatrics. Di dalam: Wahab SA, editor. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dinajani A. 2003. Penatalaksanaan Penyakit Alergi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Graber MA, Toth PP, Herting RL. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga University Of Lowa Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Judarwanto W. 2009. Urtikaria Bukan Sekedar Alergi Makanan Biasa. http://childrenallergyclinic.wordpress.com [18 September 2011].
Zuberbier T, Maurer M. 2007. Urticaria: current opinions about etiology, diagnosis and therapy. Acta Derm Venereol 87: 196–205.
Price SA, Wilson LM. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar